Di bagian 1 kami sudah memberikan kamu beberapa kegiatan dan tempat yang bisa kamu lakukan dan kunjungi di Tana Toraja, tapi ada lagi ni beberapa yang mau kami bagikan buat kamu, agar kamu semakin pengen berkunjung kesini.
6. Bori Parinding dan Poho Tara
6. Bori Parinding dan Poho Tara
Berbicara soal Tana Toraja selalu tidak bisa lepas dari keunikan jenis makamnya. Masih di wilayah Batutumonga, tepatnya di lereng Gunung Sesean, terdapat juga makam-makam batu kuno salah satunya yang populer adalah Bori Parinding.
Bori Parinding berlokasi di Kecamatan Sesean dan Lo’ko Mata di Kecamatan Sesean Suloara. Bori Parinding merupakan sebuah kompleks pemakaman kuno yang telah digunakan sejak tahun 1717. Tidak semua jenazah dapat dimakamkan di Bori Parinding. Hanya keluarga bangsawan yang merupakan keturunan Ramba saja yang jasadnya bisa dimakamkan di kompleks pemakaman kuno ini.
Keunikan Bori Parinding yang tidak dimiliki kompleks makam batu lainnya adalah adanya batu-batu menhir berukuran raksasa yang diletakkan di depan Bori Parinding. Batu-batu menhir tersebut akan difungsikan sebagai tiang untuk mengikat kerbau, anoa, babi, dan sapi yang akan disembelih saat upacara pemakaman Rambu Solo dilangsungkan.
Di Bori Parinding, ada juga makam khusus yang diperuntukkan bagi bayi yang meninggal. Uniknya, makam ini tidak berada di tebing batu selayaknya komplek makam khas di Tana Toraja, melainkan berada di sebuah pohon. Pohon Tarra namanya. Area tempat pohon Tarra berada diberi nama Passiliran atau Kambira Baby Grave. Padanan nama dalam bahasa asing ini sengaja diberikan karena area tempat pohon tarra telah dijadikan salah satu objek wisata di Tana Toraja.
Apabila bayi yang merupakan anak dari warga Tana Toraja meninggal, jenazahnya akan ditanam di dalam tubuh pohon Tarra. Tidak semua jenazah bayi dapat dikuburkan di pohon ini melainkan hanya bayi yang giginya belum tumbuh. Pasalnya, menurut kepercayaan masyarakat Tana Toraja, bayi yang belum tumbuh gigi dianggap masih suci.
Pohon Tarra sendiri memiliki diameter sekitar 80 cm dan diperkirakan telah berusia ratusan tahun. Pada pohon ini terdapat beberapa ijuk yang berasal dari pohon enau yang menempel di batang pohon Tarra.
Jika ada bayi yang meninggal, di pohon ini akan dibuat lubang yang akan dijadikan makam bagi jenazah bayi tersebut. Kemudian, setelah jenazah bayi diletakkan, lubang akan ditutup dengan ijuk yang ada di batang-batang pohon Tarra.
Ada sebuah kepercayaan tersendiri yang dianut masyarakat Tana Toraja perihal penguburan jasad bayi di pohon Tarra. Mereka percaya bahwa dengan menguburkan bayi di dalam pohon Tarra, bayi tersebut seperti sedang dikembalikan ke rahim ibunya. Mereka juga memiliki harapan agar bayi-bayi yang lahir kemudian dari rahim ibu si bayi yang meninggal akan selamat.
Selain itu, mengapa harus pohon Tarra? Pasalnya, pohon Tarra memiliki kandungan getah berwarna putih yang besar. Kandungan getah ini dianggap sebagai pengganti air susu ibu bagi bayi yang telah meninggal dan dikubur di pohon Tarra.
Unik, ya? Cuma di Indonesia, lho.
7. Rantaello
Ingin melihat sendiri kerbau belang yang bernilai fantastis hingga 1 miliar? Datanglah ke Ranteallo saat berkunjung ke Tana Toraja. Di Ranteallo, terdapat kompleks rumah adat Toraja yang posisinya saling berhadap-hadapan.
Ranteallo sendiri sebenarnya merupakan wilayah yang terletak di Kecamatan Tallunglipu yang merupakan area perumahan warga. Di belakang rumah-rumah warga, terdapat kandang babi dan kerbau yang dipelihara secara khusus untuk diperjualbelikan jika ada warga yang akan menyelenggarakan upacara adat.
Babi yang dipelihara di Ranteallo ini memiliki berat yang bervariasi. Ada pula babi yang memiliki berat sekitar 200 kilogram dan dihargai sekitar Rp 15 juta. Tidak hanya babi, Anda juga bisa menjumpai kerbau belang di sini.
Kerbau belang merupakan salah satu jenis kerbau yang unik dan langka. Pasalnya, kerbau yang juga dikenal dengan nama Kerbau Tedong Saleko ini adalah jenis kerbau yang paling mahal dari semua jenis kerbau yang ada di Tana Toraja. Harga seekor kerbau belang bisa mencapai hingga 1 miliar rupiah. Kerbau Tedong Saleko ini memiliki warna kulit dasar yang putih namun bercampur dengan warna hitam di beberapa titik bagian badannya. Perpaduan warna putih dan hitam ini membuat kerbau ini terlihat belang. Selain itu, uniknya lagi, jika kerbau biasa memiliki bola mata berwarna hitam atau coklat, lain halnya dengan Kerbau Tedong Saleko atau kerbau belang. Kerbau ini memiliki bola mata yang berwarna putih dengan tanduk yang berwarna kuning keemasan.
Mengulik makna kerbau sebagai hewan yang cukup penting bagi masyarakat Tana Toraja, kerbau adalah binatang yang menjadi kebutuhan. Sekian banyak ritual dan upacara adat yang dimiliki masyarakat Tana Toraja, hampir seluruhnya membutuhkan kerbau sebagai hewan persembahan. Tidak heran jika harga kerbau di Tana Toraja bisa melonjak fantastis hingga 1 miliar rupiah.
Khususnya pada upacara kematian Rambu Solo, kerbau yang dikurbankan berjumlah mulai dari puluhan hingga ratusan. Jenis kerbau yang dikurbankan pun sekaligus menunjukkan status sosial warga yang mengurbankan. Kerbau jenis Tedong merupakan kerbau yang terkenal memiliki harga sangat fantastis dan biasa dipilih kalangan bangsawan untuk dikurbankan dalam upacara kematian Rambu Solo. Semakin tinggi status sosial seseorang di Tana Toraja, biasanya jumlah dan jenis kerbau yang dikurbankan juga semakin tinggi.
8. Museum Ne'Gandeng
Beralih ke wisata sejarah, Anda wajib mengunjungi Museum Ne’Gandeng ketika berkunjung ke Tana Toraja. Museum Ne’ Gandeng berlokasi di Desa Palangi, Kecamatan Sa’dan Balusu, Toraja.
Museum ini adalah museum yang berada di bawah nanungan Yayasan Keluarga Besar Ne’ Gandeng. Ne’ Gandeng sendiri merupakan salah satu tetua atau leluhur di Tana Toraja yang telah meninggal pada 3 Agustus 1994 silam.
Sejarah terbentuknya museum ini bermula dari keluhuran budi Ne’ Gandeng semasa hidupnya. Ne’ Gandeng adalah pribadi yang sangat peduli dan memiliki perhatian yang lebih terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya. Bahkan, seperti dikutip dari Kompas Travel, menurut Petrus Pasulu yang merupakan anak bungsu Ne’Gandeng, Ne’ Gandeng sempat mengusulkan agar listrik bisa masuk desa dengan biaya dari hasil menjual kerbau.
Beberapa waktu kemudian, Ne’Gandeng wafat. Sebelum dibentuk sebagai museum, museum ini adalah tempat pelaksanaan prosesi pemakaman Ne’Gandeng. Kemudian, berangkat dari keluhuran budi Ne’ Gandeng sebagai salah satu tetua dan leluhur di Tana Toraja, munculah ide untuk membangun Museum Ne’ Gandeng sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur. Suku Toraja adalah salah satu suku di Indonesia yang sangat menghormati para leluhurnya.
Sejak saat itu, pembangunan museum terus berlangsung. Hingga kini, jika berkunjung ke Museum Ne’ Gandeng, Anda akan melihat pondok-pondok berbentuk rumah adat Toraja. Pondok ini memang sengaja dipersiapkan sebagai tempat beristirahat dan menginap bagi keluarga dan tamu yang datang berziarah ke makam Ne’Gandeng. Museum ini juga diperuntukkan bagi warga Tana Toraja yang juga ingin menggelar prosesi pemakaman bagi anggota keluarganya.
Sejak saat itu, pembangunan museum terus berlangsung. Hingga kini, jika berkunjung ke Museum Ne’ Gandeng, Anda akan melihat pondok-pondok berbentuk rumah adat Toraja. Pondok ini memang sengaja dipersiapkan sebagai tempat beristirahat dan menginap bagi keluarga dan tamu yang datang berziarah ke makam Ne’Gandeng. Museum ini juga diperuntukkan bagi warga Tana Toraja yang juga ingin menggelar prosesi pemakaman bagi anggota keluarganya.
9. Pallawa
Jangan langsung menyelesaikan perjalanan usai berkunjung ke Museum Ne’ Gandeng. Datanglah ke Pallawa, Anda akan melihat langsung Tongkonan yang merupakan rumah leluhur tempat menyimpan jenazah warga Toraja sebelum dikuburkan.
Dari Kota Rantepao yang merupakan ibu kota Kabupaten Toraja, Anda perlu menempuh jarak sekitar 12 km untuk menuju Pallawa. Di Pallawa, terdapat barisan Tongkonan yang bangunannya berbentuk rumah adat Toraja dengan atap melengkung seperti perahu dan terdiri atas susunan bambu. Di bagian depan Tongkonan, terdapat beberapa tanduk kerbau yang telah dikeringkan dan disusun rapi.
Menengok ke bagian dalam Tongkonan, ada beberapa ruangan di antaranya adalah ruangan yang dijadikan kamar tidur, ruangan dapur, dan ruangan yang disediakan untuk menyimpan mayat atau jenazah selama prosesi pemakaman Rambu Solo berlangsung. Sementara itu, di bagian samping Tongkonan terdapat lumbung penyimpanan padi. Bagi Masyarakat Tana Toraja, rumah atau Tongkonan adalah lambang dari ibu sedangkan lumbung adalah lambang dari bapak karena bapak adalah sang pembuka lahan.
10. Air Terjun Sarambu Assing
Puas berwisata budaya dan sejarah di Tana Toraja, saatnya Anda merasakan kesegaran Air Terjun Sarambu Assing. Berlokasi di Lembang Patongloan, Kecamatan Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, air terjun ini memiliki ketingggian sekitar 40 meter.
Sumber mata air dari air terjun ini berasal dari pegunungan dan hutan yang ada di sekeliling lokasi air terjun. Untuk mencapai lokasi air terjun ini juga tidak begitu sulit, bisa menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Cocok bagi Anda yang ingin merasakan nuansa berbeda dari Tana Toraja.
Sayangnya, objek wisata air terjun ini belum dikembangkan secara maksimal. Padahal, potensi yang dimiliki wilayah tempat air terjun ini berada sangat besar untuk diolah menjadi objek wisata yang menjanjikan. Misalnya saja dengan menambah kolam alam buatan, jalur tracking, jalur sepeda, hingga area berkemah. Dijamin, wisatawan lokal maupun mancanegara yang mengunjungi Tana Toraja akan berkali lipat jumlahnya.
Tiket pesawat menuju makassar kadang-kadang ada yang memang promo, jadi rajin-rajin cek tiket promo disini ya
"Jelalahi Negerimu, Karena Indonesia Keren Banget"
0 komentar :
Posting Komentar