Tana Toraja sudah sangat terkenal dengan budaya pemakamannya dan juga adat istiadatnya, tapi tahukah kamu ada banyak tempat keren yang bisa kamu kunjungi disini. Toraja atau yang dikenal juga dengan Tana Toraja merupakan salah satu
kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Keeksotisan wilayah
dan budaya yang dimiliki Tana Toraja membuat nama Tana Toraja telah
bergaung sampai ke kancah internasional.
|
Rumah Adat Tana Toraja |
Tana Toraja terkenal
dengan masyarakatnya yang memiliki kepercayaan, aturan, serta ritual
tradisi yang cukup ketat. Menurut mitos yang telah diceritakan secara
turun-temurun, nenek moyang asli masyarakat Toraja dipercaya
berasal dari surga dan turun langsung ke bumi dengan menggunakan
tangga. Tangga inilah yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasi
antara nenek moyang dengan Puang Matua (Tuhan dalam kepercayaan
masyarakat Toraja).
Sebagai bentuk pelestarian tradisi dan penghormatan terhadap nenek
moyangnya, masyakarat Tana Toraja memiliki beberapa upacara dan ritual
adat yang masih dipertahankan dan rutin diselenggarakan hingga kini.
Upacara adat tersebut di antaranya yang paling terkenal adalah Tradisi
Ma’nene. Selain itu, Tana Toraja juga memiliki bangunan adat yang
disucikan dan kerap digunakan untuk pelaksanaan upacara tertentu seperti
Kete Ketsu dan Museum Ne’ Gandeng
sekarang, bagaimana caranya menuju Tana Toraja ? kamu bisa mengambil penerbangan menuju makassar, beberapa bulan yang lalu saya melihat ada salah satu maskapai indonesia yang beberikan harga promo Jakarta - Makassar hanya 300 ribu rupiah, coba saja kamu cek siapa tahu masih ada promonya. dari Kota Makassar, perjalanan panjang justru di mulai, kamu harus melalui jalur darat selama 8 jam, dari bandara kamu bisa menggunakan Damri menuju terminal Bus yang dimana ada Bus yang langsung menuju Tana Toraja.
1. Tradisi Ma'Nene
Salah satu tradisi khas Tana Toraja yang telah menjadi destinasi
wisata tradisi populer bagi turis lokal maupun mancanegara adalah
tradisi Ma’nene. Tradisi Ma’nene merupakan tradisi mengenang leluhur
dengan cara membersihkan dan menggantikan baju mayat para leluhur
masyarakat Tana Toraja. Tradisi ini secara khusus dilakukan oleh
masyarakat Baruppu yang tinggal di pedalaman Toraja Utara.
Bagi
masyarakat di wilayah Baruppu, mayat atau jenazah kerabat merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari anggota keluarga yang masih hidup.
Selain itu, Masyarakat Baruppu memiliki kepercayaan bahwa meskipun
secara jasad telah meninggal, arwah para leluhur tetap “hidup” dan
mengawasi keturunannya dari alam lain.
Oleh karena itu, setiap 3
tahun sekali atau sekitar bulan Agustus saat telah lewat masa panen,
dilakukan “pembersihan” terhadap mayat atau jenazah kerabat mereka.
Caranya adalah dengan mengeluarkan “mumi” jenazah dari dalam peti untuk
dibersihkan dan digantikan pakaiannya dengan pakaian yang baru. Tidak
hanya dipakaikan pakaian baru, mayat para leluhur ini juga didandani
dengan rapi selayaknya orang yang akan menghadiri sebuah pesta.
Peti
berisi jenazah para leluhur ini dikeluarkan dari dalam liang gunung
batu. Kemudian, jenazah leluhur yang berada di dalam peti juga
dikeluarkan sambil diiringi dengan pembacaan doa-doa dalam bahasa Toraja
Kuno. Setelah dikeluarkan, mayat tersebut diangkat dan dibersihkan
mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan menggunakan kain
bersih.
Setelah dibersihkan, mayat tersebut didandani, dipakaikan
baju baru, lalu didirikan. Keluarga mayat tersebut biasanya memangku,
mendirikan, dan menjaga mayat agar tidak menyentuh dasar tanah karena
hal itu merupakan pantangan dalam tradisi ini.
Uniknya, mayat para
leluhur masyarakat Toraja ini bisa berdiri dengan tegak dan berjalan
layaknya masih hidup, lho. Hal tersebut diyakini bisa terjadi karena
doa-doa dan mantra-mantra yang dipanjatkan para tetua dan pemimpin
tradisi sebelum tradisi dimulai.
Jangan coba-coba menyentuh mayat
yang sedang berdiri atau berjalan. Jika mayat yang sedang berdiri atau
berjalan ini terkena sentuhan, efek mantra atau hipnotisnya akan hilang
dan mayat tersebut akan terjatuh. Selain itu, orang yang menyentuh mayat
tersebut hingga jatuh adalah orang yang wajib membangunkan mayat itu
kembali ke posisi semula. Para wisatawan yang hadir dalam tradisi ini
biasanya akan diingatkan secara keras oleh para tetua adat yang memimpin
tradisi ini.
Lalu, ke manakah mayat-mayat ini berjalan?
Masyarakat Tana Toraja percaya bahwa mayat-mayat leluhur ini akan
berjalan pulang ke rumahnya masing-masing. Ketika sampai di rumah,
mayat-mayat ini akan berbaring seperti sedia kala.
Untuk budaya
unik yang satu ini, kita patut berbangga. Pasalnya, kebanyakan wisatawan
mancanegara sangat tertarik untuk melihat tradisi “mumi” yang
seringkali dianggap mustahil ini. Konon katanya, seperti melihat serial
The Walking Dead di dunia nyata!
2. Upacara Rambu Solo
Destinasi wisata tradisi lainnya yang tidak kalah populer di Tana
Toraja adalah Upacara Rambu Solo. Jika tradisi Ma’nene merupakan ritual
“pembersihan” jenazah para leluhur, lain halnya dengan Upacara Rambu
Solo yang merupakan ritual penguburan khusus bagi orang-orang yang telah
meninggal.
Tana Toraja memang terkenal sebagai salah satu daerah
di Indonesia yang masih memiliki kepercayaan kuat terhadap hal-hal gaib
dan mistis. Oleh karena itu, masyarakat Tana Toraja memiliki banyak
kebudayaan dan tradisi yang berkaitan dengan mayat, arwah, atau hal-hal
mistis lainnya. Hal inilah yang kemudian menjadi daya tarik bagi para
wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk mengunjungi Tana Toraja.
Bagi
masyarakat Tana Toraja, orang-orang yang telah meninggal dianggap
seperti orang yang sedang sakit. Atas dasar kepercayaan tersebut, mereka
yang telah meninggal masih terus dirawat dan diperlakukan layaknya
orang yang hidup salah satunya dengan disediakan makanan dan minuman,
rokok, sirih, dan beragam sesajen lainnya.
Masyarakat Tana Toraja
memiliki kepercayaan bahwa orang yang telah meninggal harus diberikan
upacara penguburan yang layak dengan aturan-aturan tertentu. Tanpa
dilakukannya upacara penguburan Rambu Solo, konon arwah orang yang
meninggal tersebut akan memberikan bencana dan kemalangan bagi orang
atau kerabat yang ditinggalkannya.
Upacara Rambu Solo merupakan
upacara penguburan yang terdiri atas rangkaian kegiatan yang cukup
banyak, membutuhkan biaya yang besar, serta persiapan yang
berbulan-bulan lamanya. Selama menunggu persiapan upacara ini, jenazah
orang yang telah meninggal tidak dikuburkan melainkan disimpan di rumah
leluhur (Tongkonan) dengan dibungkus kain terlebih dahulu.
Salah
satu ciri khas dari upacara ini adalah adanya kegiatan wajib memotong
kerbau dan babi dengan jumlah yang ditentukan tetua adat. Biasanya,
semakin kaya dan tinggi pangkat seseorang di Toraja, biaya upacara
pemakaman yang dikeluarkan pun akan semakin mahal.
Jika orang yang
meninggal berasal dari kalangan bangsawan, keluarga bangsawan tersebut
harus mengadakan upacara Rambu Solo dengan memotong kerbau dan babi
sekitar 24 sampai dengan 100 ekor. Satu di antara sekian jumlah kerbau
tersebut harus merupakan kerbau belang yang terkenal memiliki harga
sangat fantastis sekitar 500 juta hingga 1 miliar.
Hal yang unik
sekaligus menegangkan dari upacara ini adalah kerbau-kerbau yang menjadi
kurban tersebut tidak dipotong selayaknya hewan ternak, melainkan
dipotong dengan satu kali tebasan sebilah parang tajam pada lehernya.
Kerbau pun akan langsung mati terkapar sesaat setelah tebasan parang
itu.
Mengapa harus kerbau? Masyarakat Tana Toraja memiliki
kepercaaan bahwa arwah dari orang yang telah meninggal membutuhkan
kerbau untuk melakukan perjalanan menuju Puya atau alam akhirat. Semakin
banyak kerbau yang disembelih, semakin cepat juga arwah tersebut akan
sampai ke Puya.
Upacara Rambu Solo biasanya berlangsung selama
berhari-hari sekitar 2—3 hari dan dimulai pada saat siang hari. Untuk
kalangan bangsawan, biasanya upacara ini berlangsung hampir 2 minggu
lamanya. Kegiatan lain dalam upacara ini selain pemotongan kerbau adalah
menyiapkan kuburan bagi jenazah yang akan dikuburkan.
Kuburan
tersebut dibuat di bagian atas tebing bukit batu yang tinggi. Masyarakat
Tana Toraja percaya bahwa semakin tinggi jenazah diletakkan, akan
semakin cepat juga arwah jenazah tersebut sampai ke surga atau nirwana.
Upacara
ini juga dilengkapi dengan iringan musik, nyanyian, lagu-lagu, puisi,
dan lain sebagainya. Selama upacara berlangsung, jenazah orang yang
telah meninggal tetap disimpan di rumah leluhur (Tongkonan). Arwah
jenazah ini dipercaya masih berada di desa atau di sekitar tempat
tinggalnya sampai upacara selesai. Setelah upacara selesai, jenazah baru
akan dikuburkan di kuburan yang telah dipersiapkan. Saat itulah
masyarakat Tana Toraja percaya bahwa arwah dari jenazah tersebut akan
memulai perjalanan menuju Puya.
Bagi Anda yang ingin menyaksikan
langsung upacara ini, Anda disarankan untuk menghubungi travel agent
yang menyediakan wisata ke Toraja dengan daftar Upacara Rambu Solo
sebagai salah satu destinasinya. Pasalnya, upacara ini tidak berlangsung
dalam kurun waktu yang rutin, melainkan baru diadakan ketika ada salah
satu warga Toraja yang meninggal. Biasanya, travel agent memiliki link
khusus yang akan memberikan informasi kapan upacara Rambu Solo di Tana
Toraja diselenggarakan.
3. Kete Kesu
Beralih dari destinasi wisata tradisi, Tana Toraja juga memiliki
destinasi wisata alam yang tidak kalah uniknya yaitu Kete Kesu. Kete
Kesu merupakan kawasan desa wisata di Kabupaten Toraja Utara yang
terletak sekitar 4 km di sebelah tenggara Ratenpao.
Desa yang
telah menjadi objek wisata ini berada di kawasan perbukitan serta
persawahan sehingga pemandangan alam yang dihadirkan pun sangat hijau
dan asri. Di Desa Kete Kesu terdapat sebuah kompleks rumah adat Toraja
yang disebut Tongkonan. Tongkonan inilah yang seringkali menjadi tempat
penyimpanan sementara bagi jenazah yang telah dibungkus kain sebelum
dikuburkan.
Selain itu, di bagian atas tebing bukit Kete Kesu,
terdapat kuburan batu yang merupakan peninggalan purbakala yang
diperkirakan telah berusia ratusan tahun. Di Toraja, peti mati tempat
menyimpan jenazah biasanya diletakkan di gua-gua batu tertentu tanpa
dikubur di dalam tanah. Oleh karena itu, tak jarang juga peti mati juga
sekaligus dianggap sebagai makam.
Di tebing paling atas, terdapat
kuburan batu sekaligus peti mati yang menyerupai perahu. Di kuburan
berupa perahu ini terdapat tengkorak-tengkorak dan tulang-tulang manusia
yang telah meninggal puluhan hingga ratusan tahun lalu. Di beberapa
titik tebing, terdapat juga aneka sesajen yang terdiri atas rokok dan
berbagai makanan serta minuman. Konon, sesajen yang disajikan di
kuburan-kuburan ini berisi kudapan yang disukai oleh orang yang telah
meninggal tersebut semasa hidupnya.
Turun ke bagian bawah tebing,
Anda akan menemukan makam-makam yang berbentuk rumah dengan ukuran
sangat besar. Di depan makam ini diletakkan patung manusia yang dibuat
menyerupai orang yang meninggal. Biasanya, orang-orang yang meninggal
yang dikuburkan ke dalam makam jenis ini adalah orang-orang yang berasal
dari kalangan tertentu di Toraja.
Di sepanjang dinding tebing
menuju ke bagian bawah, terdapat juga makam yang ditutupi dengan jeruji
besi. Di dalam makam yang ditutupi oleh jeruji besi ini terdapat
patung-patung jenazah dari anggota keluarga tertentu. Selain itu,
biasanya harta benda keluarga jenazah itu juga dimasukkan ke dalam makam
berjeruji tersebut. Oleh karena itu, jeruji besi dipasang dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya pencurian patung maupun harta benda milik
jenazah tersebut.
Selain berbentuk perahu dan berbentuk lubang di
tebing, ada juga makam sekaligus peti mati yang dipahat dan diukir rapi
berbentuk kerbau dan babi. Peti mati yang berbentuk kerbau biasanya
diperuntukkan bagi jenazah laki-laki, sedangkan peti mati yang berbentuk
babi biasanya diperuntukkan bagi jenazah perempuan.
Beralih dari
kemistisan makam dan peti mati, di wilayah Kete Kesu ini juga tersedia
deretan toko souvenir khusus yang menjajakan oleh-oleh khas Tana Toraja.
Salah satu oleh-oleh khas Tana Toraja yang paling terkenal adalah
ukiran kayu dengan berbagai motif. Motif yang melekat pada ukiran kayu
ini biasanya adalah motif hewan dan tanaman yang melambangkan kebaikan
dan kesejahteraan.
Puas berkeliling Kete Ketsu, jangan lupa mampir
berbelanja di toko-toko souvenir ini. Dijamin, liburanmu ke Tana Toraja
akan semakin berkesan!
4. Londa
Masih seputar makam khas yang ada di Toraja, kali ini Tana Toraja
memiliki Londa yaitu sebuah kompleks makam yang terletak di sebuah
tebing batu. Londa telah menjadi salah satu objek wisata di Tana Toraja
yang wajib Anda kunjungi. Katanya, belum ke Toraja kalau tidak
berkunjung ke Londa. Wow, menarik, ya?
Londa terletak kurang lebih
sekitar 7 km di selatan Kota Rantepao. Kota Rantepao sendiri merupakan
kota yang menjadi pusat pariwisata serta akomodasi bagi para wisatawan
yang datang ke Tana Toraja. Letaknya yang strategis ini membuat Londa
dapat dikunjungi dengan berbagai jenis transportasi seperti ojek, bemo,
atau pun mobil sewaan.
Letaknya yang dikelilingi pegunungan
membuat suasana di sekitar Londa menjadi sejuk dan cenderung agak
dingin. Ketika memasuki area Londa, Anda akan merasakan nuansa yang
berbeda. Perpaduan antara nuansa mistis dan cuaca yang sejuk cenderung
dingin.
Di sepanjang tebing yang ada di kompleks pemakaman Londa,
terdapat gua-gua atau lubang-lubang yang memang sengaja dibuat dan
dipahat untuk meletakan peti mati yang berisi jenazah. Tidak sembarang
peti mati berisi jenazah dapat diletakan di dalam gua yang ada di Londa
ini. Biasanya, pengaturan penempatan peti mati disesuaikan dengan garis
keluarga.
Uniknya, di setiap gua atau lubang yang ada di tebing
batu diletakkan sederet patung kayu yang disebut Tau-Tau. Deretan patung
kayu ini bukan merupakan patung biasa melainkan patung yang dipahat dan
diukir sedemikian rupa agar menyerupai orang yang telah meninggal yang
diletakkan di dalam gua tersebut.
Proses ukir dan pahatnya pun
tidak sembarangan. Setiap detail wajah orang yang telah meninggal juga
turut diperhatikan misalnya garis kerut atau kendur yang ada pada wajah.
Tidak hanya itu, kayu yang dipilih untuk dijadikan patung pun merupakan
kayu nangka yang berwarna kuning dan mendekati warna kulit manusia.
Deretan patung ini seolah-olah menjadi “penjaga” gua makam sekaligus
representasi dari identitas jenazah yang umumnya terletak di batu nisan.
Di
sekitar deretan Tau-Tau juga terdapat peti-peti mati atau yang biasa
disebut erong yang posisinya disangga oleh kayu-kayu. Dengan disangga
oleh kayu, peti-peti mati yang lokasinya berada di atas tebing yang
curam ini akan aman dan tidak jatuh. Peti-peti mati inilah yang disebut
sebagai makam gantung.
Bagi masyarakat Tana Toraja, peti mati atau
erong yang dimakamkan dengan cara digantung ini adalah peti khusus bagi
kaum bangsawan dan kaum terhormat yang meninggal. Tingginya letak
penempatan peti mati di tebing disesuaikan dengan tingkat jabatan atau
derajat kaum bangsawan tersebut. Semakin tinggi derajat atau jabatan
bangsawan yang meninggal tersebut, akan semakin tinggi juga letak
petinya ditempatkan di tebing batu.
Sesuai kepercayaan masyarakat
Tana Toraja, semakin tinggi letak makam atau kuburan jenazah, akan
semakin cepat juga arwaah dari jenazah tersebut sampai ke surga atau
nirwana. Tertarik untuk melihat langsung kompleks makam Londo di Toraja?
Persiapkan diri Anda, ya!
5. Batutumonga
Ingin berkunjung ke negeri di atas awan? Datanglah ke Batutumonga di
Tana Toraja. Batutumonga merupakan wilayah yang berlokasi di lereng
Gunung Sesean atau berjarak sekitar 24 km dari Kota Rantepao.
Gunung
Sesean sendiri merupakan gunung tertinggi yang ada di Tana Toraja.
Belum sampai ke puncak Gunung Sesean, cukup di area lereng gunung
tepatnya di Batutumonga, Anda sudah bisa melihat keseluruhan Tana Toraja
yang keindahannya sempurna.
Dari Batutumonga, Anda juga bisa
melihat hamparan sawah yang luas yang bersatupadu dengan panorama puncak
gunung, pepohonan, awan, matahari, serta kabut yang porsinya pas. Pas
sempurna! Berada di Batutumonga akan membuat Anda percaya bahwa negeri
di atas awan bukanlah sebuah dongeng belaka.
bersambung ke bagian 2 ya,
"Jelalahi Negerimu, Karena
Indonesia Keren Banget"